Selasa, 12 November 2013

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Sejarah EYD
Ejaan yang disempurnakan (eyd) mulai digunakan sejak tahun 1972. Ejaan ini merupakan penyempurnaan dari ejaan yang digunakan sebelumnya seperti ejaan soewandi, ejaan van ophujisen dan lain lain. Pada tanggal 23 mei 1972 menteri pelajaran Malaysia (Tun Husein Onn) dan menteri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia (Mashuri) menyepakati sebuah pernyataan yang isinya mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari dua Negara tersebut mengenai ejaan baru dan ejaan yang disempurnakan. Pada tanggal 16 agustus 1972, berdasarkan keputusan presiden no.57 tahun 1972, berlakulah sistem ejaan latin bagi bahasa melayu dan indonesi.
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/ Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:
1.      Ejaan Van Ophuijsen
2.      Ejaan Soewandi
3.      Ejaan Melindo ( Melayu Indonesia )
4.      Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

1.      Ejaan Van Ophuijsen
Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 yaitu ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib Soetan Ibrahim. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
·         Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
·         Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
·         Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dinamai’, dsb.

2.      Ejaan Soewandi
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini lebih dikenal dengan nama ejaan Republik.
Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
·         Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
·         Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
·         Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
·         Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

3.      Ejaan Melindo ( Melayu Indonesia )
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

4.      Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan:
Indonesia
(pra-1972)
Malaysia
(pra-1972)
Sejak 1972
Tj
Ch
C
Dj
J
J
Ch
kh
Kh
nj
ny
Ny
Sj
sh
Sy
J
y
Y
Oe*
u
U

Pengertian EYD
EYD (Ejaan yang Disempurnakan) merupakan tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan huruf capital dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan. EYD disini diartikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan. Dalam penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata bahasa yang menyempurnakan sebuah karya tulis. Karena dalam sebuah karya tulis memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail. Singkatnya EYD digunakan untuk membuat tulisan dengan cara yang baik dan benar.
A.      Penggunaan EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata
·         Penggunaan Huruf Kapital
a)      Jabatan tidak diikuti nama orang
b)      Huruf pertama nama bangsa
c)      Nama geografi sebagai nama jenis
d)      Setiap unsur bentuk ulang sempurna
e)      Penulisan kata depan dan kata sambung
·         Penulisan Huruf Miring
a)      Penulisan nama buku
Contoh: Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
b)      Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Contoh: boat modeling, aeromodeling, motorsport.
c)      Penulisan kata ilmiah
Contoh, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda, lactobacillus, dsb.
·         Penulisan Kata Turunan
a)      Gabungan kata dapat awalan akhiran
Butir 3 pedoman kata turunan menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai
b)      Gabungan kata dalam kombinasi
Butir 4 pedoman penulisan kata turunan menyatakan, jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai
·         Penulisan Gabungan Kata
a)      Penulisan gabungan kata istilah khusus
Butir 2 pedoman penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata, termasuk istilah khusus.
b)      Penulisan gabungan kata serangkai
Butir 3 pedoman penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata berikut harus ditulis serangkai.
B.      Penggunaan EYD yang benar pada partikel, singkatan, akronim, dan angka.
1)      PENULISAN PARTIKEL
a)      Penulisan partikel pun
Butir 2 tentang penulisan partikel mengingatkan, partikel pun dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya.
b)      Penulisan partikel per
Butir 3 tentang penulisan partikel menyebutkan, pertikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
2)      PENULISAN SINGKATAN
a)      Penulisan singkatan umum tiga huruf
b)      Penulisan singkatan mata uang
3)      PENULISAN AKRONIM
a)      Akronim nama diri
Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
b)      Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
4)      PENULISAN ANGKA
Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka yaitu :
1.      angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
2.      angka digunakan untuk menyatakan :
ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
satuan waktu,
nilai uang, dan
kuanitas.

3.      angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada alamat.
4.      angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5)      PENULISAN LAMBANG BILANGAN
1.      Penulisan lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
2.      Penulisan lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
3.      Penulisan lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.
4.      Penulisan lambang bilangan angka-huruf
5.      Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
C.      Penggunaan Tanda Baca
1.      Tanda Titik (. )
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
2.      Tanda Koma ( , )
Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapidan melainkan.
3.      Tanda Titik Koma (; )
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian­bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. Misalnya: Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.
4.      Tanda Titik Dua ( : )
Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
5.      Tanda Hubung ( – )
Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada
Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
6.      Tanda Pisah ( – )
Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus di luar bangun kalimat. 
Tanda pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
7.      Tanda Elipsis ( … )
Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
8.      Tanda Tanya ( ? )
Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat Tanya
Tanda tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
9.      Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
10.  Tanda Kurung (   )
Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan. Angka atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja.
Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain.
Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
11.  Tanda Petik (“… “)
Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
12.  Tanda Petik Tunggal ( ‘ … ‘ )
Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing (Lihat pemakaian tanada kurung)
13.  Tanda Ulang ( …2 ) (angka 2 biasa)
Tanda ulang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar.
14.  Tanda Garis Miring ( / )
Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat.
Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor alamat.
15.  Tanda Penyingkat (Apostrof) ( ‘ )
Tanda apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata.

D.     Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjamam dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shuttle cock, reshuffle. Unsur-unsur tersebut di pakai dalam konteks bahasa Indonesia tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yamg penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

sumber : http://tarirl.wordpress.com/2013/05/15/245/

1 komentar:

  1. Terimakasih, Artikel anda sangat menarik
    Jangan lupa kunjungi :

    Website Kami

    BalasHapus